membantuanda-sdm

sepeti terbitnya matahari yang membawa kehidupan, kami adalah para profesional dari berbagai disiplin ilmu yang selalu siap membantuanda dengan dedikasi tinggi dan membawa kehormatan atas segala kepercayaan yang anda berikan

31 Desember 2010

HARI LIBUR RESMI 2011

Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2011

Berdasarkan SKB tiga menteri, daftar libur bersama dan cuti bersama 2011 adalah sebagai berikut:

1 Januari: Tahun Baru Masehi (Sabtu)

3 Februari: Tahun Baru Imlaek 2562 (Kamis)

15 Februari: Maulid Nabi Muhammad SAW (Selasa)

5 Maret: Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 (Sabtu)

22 April: Wafat Isa Almasih (Jumat)

17 Mei: Hari Raya Waisak (Selasa)

2 Juni: Kenaikan Yesus Kristus (Kamis)

29 Juni: Isra' Mi'raj (Rabu)

17 Agustus: Hari Kemerdekaan (Sabtu)

30-31 Agustus: Hari Raya Idhul Fitri 1-2 Syawal 1432 Hijriyah

6 November: Idhul Adha 1432 Hijriyah (Minggu)

27 November: Tahun Baru 1433 Hijriyah (Minggu)

25 Desember: Hari Raya Natal. (Minggu)

Sedangkan cuti bersama Idul Fitri yakni pada 29 Agustus, 1 dan 2 September. Sedangkan 26 Desember cuti bersama Natal. Penetapan ini disahkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama (Nomor 1 Tahun 2010), Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nomor: KEP 110/MEN/VI/2010) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

12 Agustus 2008


UPAH MINIMUM PROPINSI JAWA TIMUR 2011


1 Kota Surabaya 1.115.000
2 Kab. Pasuruan 1.107.000
3 Kab. Sidoarjo 1.107.000
4 Kab. Mojokerto 1.105.000
5 Kota Malang 1.079.887
6 Kab. Malang 1.077.600
7 Kota Batu 1.050.000
8 Kab. Kediri 975.000
9 Kab. Tuban 935.000
10 Kab. Kediri 934.500
11 Kota Pasuruan 926.000
12 Kab. Pamekasan 925.000
13 Kab. Lamongan 900.000
14 Kob. Jember 875.000
15 Kab. Bojonegoro 870.000
16 Kab. Jombang 866.500
17 Kab. Banyuwangi 865.000
18 Kab. Bangkalan 850.000
19 Kab. Mojokerto 835.000
20 Kab. Probolinggo 814.000
21 Kata Probolinggo 810.000
22 Kab. Sumenep 785.000
23 Kab. Blitar 750.000
24 Kota Madiun 745.000
25 Kab. Lumajang 740.700
26 Kab. Blitar 737.000
27 Kab. Bondowoso 735.000
28 Kab. Situbondo 733.000
29 Kab. Sampang 725.000
30 Kab. Ngawi 725.000
31 Kab. Madiun 720.000
32 Kab. Tulungangung 720.000
33 Kab. Nganjuk 710.000
34 Kab. Trenggalek 710.000
35 Kab. Magetan 705.000
36 Kab. Ponorogo 705.000
37 Kab. Pacitan 705.000
38 Kab. Gresik 1.133.000

UPAH MINIMUM INDONESIA TAHUN 2010
Bali Kabupaten Badung 1110000
Bali Kabupaten Bangli 829500
Bali Kabupaten Buleleng 830000
Bali Kabupaten Gianyar 925000
Bali Kabupaten Jembrana 875000
Bali Kabupaten Karangasem 875000
Bali Kabupaten Klungkung 835800
Bali Kabupaten Tabanan 854500
Bali Kota Denpasar 1100000
Bangka Belitung Non Kabupaten 910000
Banten Non Kabupaten 955300
Banten Kabupaten Lebak 959500
Banten Kabupaten Pandeglang 964500
Banten Kabupaten Tangerang 1117245
Banten Kota Serang 1050000
DI Yogyakarta Non Kabupaten 745694
DKI Jakarta Non Kabupaten 1118009
Gorontalo Non Kabupaten 710000
Jambi Non Kabupaten 900000
Jawa Barat Kabupaten Cirebon 825000
Jawa Barat Kabupaten Garut 735000
Jawa Barat Kabupaten Indramayu 854145
Jawa Barat Kabupaten Karawang 1111000
Jawa Barat Kabupaten Karawang Tekstil / Garmen 1117500
Jawa Barat Kabupaten Karawang 1136778
Jawa Barat Kabupaten Kuningan 700000
Jawa Barat Kabupaten Majalengka 720000
Jawa Barat Kabupaten Majalengka Tekstil / Garmen 790000
Jawa Barat Kabupaten Majalengka Lain – Lain 860000
Jawa Barat Kabupaten Majalengka Perdagangan / Jasa 835000
Jawa Barat Kabupaten Purwakarta 890000
Jawa Barat Kabupaten Purwakarta Tekstil / Garmen 1015000
Jawa Barat Kabupaten Purwakarta Lain – Lain 1015000
Jawa Barat Kabupaten Subang Non Sektor 746400
Jawa Barat Kabupaten Subang Manufaktur 941400
Jawa Barat Kabupaten Sukabumi Non Sektor 671500
Jawa Barat Kabupaten Sumedang Non Sektor 1058978
Jawa Barat Kabupaten Tasikmalaya Non Sektor 775000
Jawa Barat Kota Bandung Non Sektor 1118000
Jawa Barat Kota Banjar Non Sektor 689800
Jawa Barat Kota Bekasi Non Sektor 1155000
Jawa Barat Kota Bekasi Tekstil / Garmen 1257000
Jawa Barat Kota Bekasi Otomotif 1300000
Jawa Barat Kota Bogor Non Sektor 971200
Jawa Barat Kota Cimahi Non Sektor 1107304
Jawa Barat Kota Cirebon Non Sektor 840000
Jawa Barat Kota Depok Non Sektor 1157000
Jawa Barat Kota Sukabumi Non Sektor 850000
Jawa Barat Kota Tasikmalaya Non Sektor 780000
Jawa Barat Kabupaten Bandung Non Sektor 1060500
Jawa Barat Kabupaten Bandung Barat Non Sektor 1105225
Jawa Barat Kabupaten Bekasi Non Sektor 1168974
Jawa Barat Kabupaten Bogor Non Sektor 1056914
Jawa Barat Kabupaten Ciamis Non Sektor 699815
Jawa Barat Kabupaten Cianjur Non Sektor 743500
Jawa Tengah Kabupaten Banjarnegara Non Sektor 662000
Jawa Tengah Kabupaten Jepara Non Sektor 702000
Jawa Tengah Kabupaten Karanganyar Non Sektor 761000
Jawa Tengah Kabupaten Kebumen Non Sektor 700000
Jawa Tengah Kabupaten Kendal Non Sektor 780000
Jawa Tengah Kabupaten Klaten Non Sektor 735000
Jawa Tengah Kabupaten Kudus Non Sektor 775000
Jawa Tengah Kabupaten Magelang Non Sektor 752000
Jawa Tengah Kabupaten Pati Non Sektor 733000
Jawa Tengah Kabupaten Pekalongan Non Sektor 760000
Jawa Tengah Kabupaten Pemalang Non Sektor 675000
Jawa Tengah Kabupaten Banyumas Non Sektor 670000
Jawa Tengah Kabupaten Purbalingga Non Sektor 695000
Jawa Tengah Kabupaten Purworejo Non Sektor 719000
Jawa Tengah Kabupaten Rembang Non Sektor 702000
Jawa Tengah Kabupaten Semarang Non Sektor 824000
Jawa Tengah Kabupaten Sragen Non Sektor 724000
Jawa Tengah Kabupaten Sukoharjo Non Sektor 769500
Jawa Tengah Kabupaten Tegal Non Sektor 687500
Jawa Tengah Kabupaten Temanggung Non Sektor 709500
Jawa Tengah Kabupaten Wonogiri Non Sektor 695000
Jawa Tengah Kabupaten Wonosobo Non Sektor 715000
Jawa Tengah Kabupaten Batang Non Sektor 745000
Jawa Tengah Kota Magelang Non Sektor 745000
Jawa Tengah Kota Surakarta Non Sektor 785000
Jawa Tengah Kota Salatiga Non Sektor 803185
Jawa Tengah Kota Semarang Non Sektor 939756
Jawa Tengah Kota Pekalongan Non Sektor 760000
Jawa Tengah Kota Tegal Non Sektor 700000
Jawa Tengah Kabupaten Blora Non Sektor 742000
Jawa Tengah Kabupaten Boyolali Non Sektor 748000
Jawa Tengah Kabupaten Brebes Non Sektor 681000
Jawa Tengah Kabupaten Cilacap Non Sektor 760000
Jawa Tengah Kabupaten Demak Non Sektor 813400
Jawa Tengah Kabupaten Grobogan Non Sektor 687500
Jawa Timur Kabupaten Bangkalan Non Sektor 775000
Jawa Timur Kabupaten Banyuwangi Non Sektor 824000
Jawa Timur Kabupaten Blitar Non Sektor 830000
Jawa Timur Kabupaten Bojonegoro Non Sektor 825000
Jawa Timur Kabupaten Gresik Non Sektor 1010400
Jawa Timur Kabupaten Jember Non Sektor 830000
Jawa Timur Kabupaten Jombang Non Sektor 790000
Jawa Timur Kabupaten Kediri Non Sektor 871000
Jawa Timur Kabupaten Lamongan Non Sektor 875000
Jawa Timur Kabupaten Lumajang Non Sektor 688000
Jawa Timur Kabupaten Madiun Non Sektor 685000
Jawa Timur Kabupaten Magetan Non Sektor 650000
Jawa Timur Kabupaten Malang Non Sektor 1000005
Jawa Timur Kabupaten Mojokerto Non Sektor 1009150
Jawa Timur Kabupaten Nganjuk Non Sektor 650000
Jawa Timur Kabupaten Ngawi Non Sektor 665000
Jawa Timur Kabupaten Pacitan Non Sektor 630000
Jawa Timur Kabupaten Pamekasan Non Sektor 900000
Jawa Timur Kabupaten Pasuruan Non Sektor 1005000
Jawa Timur Kabupaten Probolinggo Non Sektor 744000
Jawa Timur Kabupaten Sampang Non Sektor 690000
Jawa Timur Kabupaten Sidoarjo Non Sektor 1005000
Jawa Timur Kabupaten Sumenep Non Sektor 730000
Jawa Timur Kabupaten Tuban Non Sektor 870000
Jawa Timur Kota Batu Non Sektor 989000
Jawa Timur Kota Blitar Non Sektor 663000
Jawa Timur Kota Kediri Non Sektor 906000
Jawa Timur Kota Madiun Non Sektor 685000
Jawa Timur Kota Malang Non Sektor 1006263
Jawa Timur Kota Mojokerto Non Sektor 805000
Jawa Timur Kota Pasuruan Non Sektor 865000
Jawa Timur Kota Probolinggo Non Sektor 741000
Jawa Timur Kota Surabaya Non Sektor 1031500
Kalimantan Barat Non Kabupaten Non Sektor 1024500
Kalimantan Selatan Non Kabupaten Non Sektor 1024500
Kalimantan Tengah Non Kabupaten Non Sektor 986590
Kalimantan Tengah Non Kabupaten Pertambangan 1085250
Kalimantan Timur Non Kabupaten Non Sektor 1002000
Kepulauan Riau Non Kabupaten Non Sektor 925000
Kepulauan Riau Kota Batam Non Sektor 1110000
Lampung Non Kabupaten Non Sektor 767500
Lampung Kabupaten Tulang Bawang Non Sektor 776500
Maluku Non Kabupaten Non Sektor 840000
Maluku Non Kabupaten Pertambangan 1225000
Maluku Non Kabupaten Makanan / Minuman 915000
Maluku Non Kabupaten Perminyakan 1310000
Maluku Non Kabupaten Perdagangan / Jasa 890000
Nangroe Aceh DarussalamNon KabupatenNon Sektor 1300000
Nusa Tenggara Barat Non Kabupaten Non Sektor 730000
Nusa Tenggara Timur Non Kabupaten Non Sektor 800000
Papua Non Kabupaten Non Sektor 1210000
Papua Non Kabupaten Pertambangan 1328000
Papua Non Kabupaten Perminyakan 1328000
Papua Non Kabupaten Properti / Real Estat 1328000
Riau Non Kabupaten Non Sektor 1016000
Sulawesi Selatan Non Kabupaten Non Sektor 1000000
Sulawesi Tengah Non Kabupaten Non Sektor 777500
Sulawesi Tengah Kota Palu Non Sektor 785.000
Sulawesi Tenggara Non Kabupaten Pertambangan 900000
Sumatera Selatan Non Kabupaten Non Sektor 927825
Sumatera Selatan Non Kabupaten Pertambangan 974216
Sumatera Selatan Non Kabupaten Perdagangan / Jasa 974216
Sumatera Utara Non Kabupaten Non Sektor 965000
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp 1.118.009 / bulan


UMK Jatim 2009 Telah Ditetapkan
Penjabat Gubernur Jatim, Setia Purwaka, menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) se-Jatim melalui SK Gubernur Jatim Nomor 188/403/KPTS/013/2008 tertanggal 19 November 2008 yang berlaku selama satu tahun, terhitung 1 Januari 2009.
Hanya berlaku bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.
Perusahaan tidak mampu bisa mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Gubernur Jatim melalui Kepala Disnaker Jatim, sesuai KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Sedangkan besaran UMK yang ditetapkan Gubernur Jatim berdasarkan usulan bupati/walikota sebagai berikut :

1. Kabupaten Gresik = Rp971.624,00
2. Kabupaten Mojokerto = Rp971.624,00
3. Kabupaten Pasuruan = Rp955.000,00
4. Kabupaten Sidoarjo = Rp955.000,00
5. Kabupaten Malang = Rp954.500,00
6. Kota Surabaya = Rp948.500,00
7. Kota Malang = Rp945.373,00
8. Kota Batu = Rp879.000,00
9. Kota Kediri = Rp856.000,00
10. Kabupaten Kediri = Rp825.000,00
11. Kota Pasuruan = Rp805.000,00
12. Kabupaten Tuban = Rp798.000,00
13. Kabupaten Jember = Rp770.000,00
14. Kota Mojokerto = Rp760.000,00
15. Kabupaten Lamongan = Rp760.000,00
16. Kabupaten Jombang = Rp752.000,00
17. Kabupaten Pamekasan = Rp750.000,00
18. Kabupaten Banyuwangi = Rp744.000,00
19. Kabupaten Bojonegoro = Rp740.000,00
20. Kabupaten Bangkalan = Rp715.000,00
21. Kabupaten Sumenep = Rp690.000,00
22. Kota Probolinggo = Rp682.500,00
23. Kabupaten Probolinggo = Rp682.500,00
24. Kabupaten Lumajang = Rp655.000,00
25. Kabupaten Sampang = Rp650.000,00
26. Kota Madiun = Rp645.000,00
27. Kabupaten Magetan = Rp645.000,00
28. Kabupaten Ngawi = Rp635.000,00
29. Kabupaten Nganjuk = Rp625.000,00
30. Kabupaten Madiun = Rp620.000,00
31. kabupaten Bondowoso = Rp620.000,00
32. Kabupaten Situbondo = Rp610.000,00
33. Kabupaten Pacitan = Rp600.000,00
34. Kabupaten Ponorogo = Rp600.000,00
35. Kabupaten Trenggalek = Rp600.000,00
36. Kabupaten Tulungagung = Rp600.000,00
37. Kota Blitar = Rp572.500,00
38. Kabupaten Blitar = Rp570.000,00
MENIMBANG OUTSOURCING
Perjalanan Republik ini memang tak selalu datar. Pernah tercatat masa pertumbuhan ekonomi tinggi yang kerap dirujuk oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai periode pembangunan ekonomi. Tapi juga tercatat dalam sejarah, bahwa periode itu pun pada akhirnya berujung pada krisis ekonomi. Setelah perubahan politik yang dramatis, sepuluh tahun sudah bangsa Indonesia mencoba melepaskan diri dari krisis ekonomi. Dalam periode itu bukan tak ada perubahan atau perbaikan. Kerap kali terdengar keluhan soal pertumbuhan yang didorong oleh konsumsi. Namun, nyatanya dalam hal ini, bangsa Indonesia tak sepenuhnya seorang diri. Semua negara Asia yang terkena krisis, ternyata memiliki pola yang sama. Pertumbuhan ekonominya juga didorong oleh konsumsi. Yang menarik: tingkat konsumsi di Indonesia telah kembali ke kondisi pra-krisis sejak empat tahun lalu.


Lalu bagaimana dengan keluhan soal investasi? Menarik, karena ternyata hanya Korea yang sudah kembali kepada kondisi pra-krisis. Malaysia, Thailand dan Indonesia ternyata masih jauh dari pulih. Yang menyedihkan, investasi di Indonesia memang tak beranjak banyak sejak krisis. Kondisinya masih di bawah 75% dibanding kondisi pra-krisis. Inilah persoalan bangsa Indonesia yang utama dan gagal dilakukan dalam periode reformasi ini. Satu hal lain yang membedakan Indonesia dengan negara-negara Asia lain yang terkena krisis adalah soal ekspor. Data menunjukkan bagaimana ekspor masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Gambaran ini membawa kepada dua isu utama dalam ekonomi Indonesia: lemahnya investasi dan macetnya ekspor, yang memiliki implikasi pada terbatasnya lapangan kerja. Padahal di sisi lain, arus masuk ke pasar kerja terus terjadi. Akibatnya mudah diduga: pengangguran meningkat.

Dengan keterbatasan kapasitas terpasang, iklim usaha yang tak menarik dan keterbelakangan produktivitas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan mencapai rata-rata 6,3% dalam periode 2004-2009. Pertumbuhan ekonomi yang rendah ini menurunkan kesempatan kerja di sektor formal, dan mendorong pekerja masuk ke sektor informal. Ada kekhawatiran di sini: tingkat upah di sektor informal jauh lebih rendah dibandingkan sektor formal. Implikasinya: peningkatan jumlah pekerja di sektor informal pada gilirannya akan menurunkan daya beli. Itu sebabnya penyediaan lapangan kerja di sektor formal melalui pertumbuhan ekonomi menjadi jawaban. Karena itu, dalam jangka panjang kesinambungan pertumbuhan ekonomi akan tergantung pada perbaikan kualitas tenaga kerja --melalui reformasi pendidikan, termasuk mengubah paket standar ke variasi berdasarkan kebutuhan sekolah dan daerah-- serta perbaikan dalam total factor productivity dan peningkatan stok modal melalui investasi.

Tahun 2009, rasio investasi/PDB diperkirakan akan mencapai 28,1% di mana sekitar 70% diharapkan akan berasal dari investasi swasta domestik dan asing. Maka peran swasta akan menjadi jauh lebih menonjol, sedang pemerintah berfungsi menyediakan iklim yang kondusif dan infrastruktur yang baik. Artinya: ekonomi akan banyak tergantung pada dunia usaha. Implikasinya: harus ada upaya amat serius untuk mendorong iklim investasi bagi dunia usaha. Iklim itu mencakup soal buruh, kepastian peraturan, pemerintahan yang bersih, otonomi daerah dan soal infrastruktur. Dalam jangka pendek ada beberapa isu yang harus dijawab:
Pertama, soal kenaikan upah buruh imbas dari kenaikan BBM. Melonjaknya harga minyak jelas berpengaruh kepada anggaran pemerintah, dalam hal ini melonjaknya subsidi yang berarti membengkaknya defisit APBN. Data terbaru yang diterbitkan Bank Indonesia, laju inflasi pada bulan April mencapai angka 8,96 persen. Angka inflasi pada April 2008 itu merupakan angka tertinggi inflasi nasional sejak September 2006 yang mencapai angka 14,55 persen. Daya beli masyarakat pun dinilai menurun karena lonjakan harga yang terus berfluktuatif.

Kedua, ekonomi biaya tinggi. Salah satu sumber dari lemahnya daya saing terletak pada masalah ekonomi biaya tinggi. Ekonomi biaya tinggi ini disebabkan oleh besarnya pungutan dan hambatan birokrasi yang dihadapi.

Ketiga, masalah tenaga kerja. Perhitungan LPEM-FEUI menunjukkan, sebelum krisis ekonomi, 1% pertumbuhan ekonomi dapat menyerap sekitar 400 ribu pekerja. Namun dalam beberapa tahun terakhir 1% pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap 250 ribu tenaga kerja. Data terakhir yang dimuat BKKBN, jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin saat ini sekitar 36 juta orang akan bertambah banyak, mengingat akibat kenaikan BBM bulan Maret saja jumlah penduduk miskin meningkat antara 10-20 %, dengan tingginya kenaikan BBM dan inflasi tahun ini jumlah penduduk miskin diperkirakan akan meledak sampai 70-80 juta orang, mengingat inflasi riil di lapangan bisa mencapai 20-30 %. Implikasinya: dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang amat tinggi untuk mengatasi pengangguran.

Keempat, masalah perpajakan. Salah satu keluhan utama dunia usaha adalah rumitnya sistem perpajakan. Kelima, iklim investasi dan risiko bisnis. Studi terakhir yang dilakukan oleh LPEM-FEUI di enam kota besar memang menunjukkan adanya gejala pemburukan iklim investasi dalam beberapa tahun terakhir. Bagaimana soal perizinan? Bank Dunia (2003) menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan di Indonesia untuk menyelesaikan prosedur izin jauh lebih tinggi (158 hari) dibanding dengan China (72 hari) dan Filipina (62 hari). Satu hal yang juga amat penting dicatat adalah masalah infrastruktur. Sekitar 74% responden menyatakan bahwa kualitas jalan buruk. Keluhan juga muncul untuk soal infrastruktur lain seperti listrik. Lebih dari 62% responden mengeluh bahwa listrik padam lebih dari sekali dalam satu bulan. Lalu apa yang bisa dilakukan dalam jangka pendek untuk mengatasi masalah tersebut?

Belum pulihnya perekonomian nasional sebagai akibat krisis multi dimensi yang dialami oleh bangsa Indonesia, semakin menyadarkan kita semua betapa kuat kaitannya antara faktor keamanan dan penegakan hukum dengan kegiatan investasi, terutama dalam kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja. Selanjutnya harga yang harus dibayar oleh bangsa Indonesia di dalam memilih bentuk demokrasi secara utuh sudah sangat mahal, ditambah lagi dengan munculnya euphoria di dalam proses demokrasi dan otonomi daerah menyebabkan timbulnya kekhawatiran para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini ditandai dengan makin merosotnya angka-angka persetujuan penanaman modal baik dalam rangka Penanaman Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri.

Disamping itu, persaingan untuk menarik investor ke Indonesia juga semakin ketat mengingat negara-negara tetangga juga telah dan sedang melakukan berbagai perbaikan-perbaikan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dalam menghadapi permasalahan tersebut tentunya kita tidak perlu merasa panik karena kita yakin bahwa Indonesia masih merupakan negara yang potensial untuk investasi. Namun kita semua secara bersama-sama harus melakukan berbagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga investor baru mau melakukan investasinya di Indonesia dan investor yang sudah ada dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

Sebuah perusahaan harus mempunyai kekuatan dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) guna menyongsong era economy recovery, agar kita tidak semakin tertinggal bahkan tergilas persaingan bisnis global. Untuk itu dibutuhkan sebuah badan / himpunan yang konsen terhadap upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, memiliki kredibilitas tinggi, profesional dan dapat meningkatkan serta menyetarakan kemampuan tenaga kerja dengan pasar kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.

Kondisi ekonomi secara global tidak memungkinkan perusahaan-perusahaan memberi gaji kepada karyawan tetap dalam jumlah banyak, dan banyaknya pengangguran bagi Indonesia yang lapangan pekerjaan informal jauh melampaui lapangan kerja formal maka pekerja kontrak merupakan jembatan bagi jutaan pekerja informal untuk menjadi pekerja formal. Sistem tersebut, merupakan fenomena global dimana efisiensi menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan. Meskipun, banyak pihak terutama kalangan serikat pekerja yang menolak adanya sistem outsourcing, karena merugikan pekerja dan hanya menguntungkan pihak pengusaha. (diolah dari berbagai sumber).

(Opiq)

06 Agustus 2008

PEMBERLAKUAN SKB 5 MENTERI DIUNDUR

.
Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri yang seharusnya mulai diberlakukan 31 Juli akhirnya diundur dua minggu dikarenakan proses sosialisasi PLN di daerah belum selesai. Hal itu seperti pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Ketika itu, Menkeu menegaskan pemberlakuan SKB pindah hari kerja mundur hingga dua minggu dari jadwal semula yang seharusnya mulai 31 Juli

Namun kenyataanya Program pengalihan hari kerja ke Sabtu dan Minggu untuk wilayah Jawa dan Bali diam-diam telah berjalan. Setidaknya, sebanyak 100 perusahaan di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Provinsi Bali. sejak Kamis (31/7) mulai libur dan mulai mengatur produksi pada akhir pekan ini.

Jumlah perusahaan yang wajib mengalihkan hari kerja itu kurang dari separuh dari total jumlah pelanggan PLN, yang mencapai 6.856 perusahaan. Direktur pembangkit listrik Jawa, Bali dan Madura, Murtaqi menambahkan, saat ini masih ada sekitar 1.552 perusahaan yang belum sepakat dengan program ini.

Untuk mendukung pelaksanaan SKB lima menteri ini akan diikuti penerbitan surat keputusan bersama dua menteri, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Perdagangan.

Meskipun begitu, tidak sedikit pula pengusaha yang menilai program ini masih menyimpan ganjalan, antara lain soal upah lembur. Pengusaha masih menginginkan sikap tegas pemerintah soal upah lembur untuk pekerja yang beralih hari kerja.


*****************

03 Juli 2008

SELURUH LABA JAMSOSTEK DIKEMBALIKAN KE PESERTA

Berdasarkan rapat umum pemegang saham PT Jamsostek (Persero) pada 26 Juni lalu, bagian dividen pemerintah sebesar Rp 998,4 miliar dikembalikan kepada peserta Jamsostek, karena mulai tahun ini pemerintah membebaskannya dari kewajiban memberikan kontribusi dividen.
Keputusan RUPS tersebut sesuai dengan usul Menakertrans Erman Suparno ke menteri negara BUMN pada 16 Juni lalu, yang intinya Dia meminta seluruh laba hasil pengembangan iuran peserta Jamsostek diserahkan kembali kepada mereka. Sebab, pemerintah menyumbang modal awal pendirian Jamsostek, namun laba Jamsostek adalah hasil pengembangan iuran peserta Jamsostek.

Rencananya, dana tersebut digunakan untuk menambah alokasi dana pinjaman uang muka kredit perumahan bagi pekerja, untuk pengembangan usaha, untuk pengembangan dana jaminan hari tua, serta peningkatan kesejahteraan peserta jamsostek.

Disamping itu Komisi IX DPR tengah membahas amandemen UU Jamsostek agar tidak bertentangan dengan UU Perseroan maka harus berbentuk badan hukum yang menjadi wali amanah iuran peserta Jamsostek. Dengan begitu, manfaat seluruh hasil pengembangan dikembalikan ke peserta.

Selain itu, sesuai UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), empat BUMN penyelenggara asuransi harus diubah menjadi badan hukum yang bersifat nirlaba. Konsekuensinya, pemerintah tidak berhak mengutip pajak dan dividen dari empat perusahaan asuransi tersebut. Empat BUMN itu adalah PT Askes (Persero), PT Asabri (Persero), PT Jamsostek (Persero), dan Bapertarum PNS.

28 Desember 2007

Kenaikkan Santunan Jamsostek


Kenaikan santunan Jamsostek yang cukup signifikan seperti yang tertuang dalam penerbitan PP No 76 Tahun 2007 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 10 Desember.


26 November 2007

30 Agustus 2007

RPP PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN TENAGA KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR…. TAHUN….

TENTANG

PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN TENAGA KERJA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a. Bahwa dalam rangka memberikan perlindungan hak-hak pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya, perlu adanya jaminan yanbg diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara melalui sistem asuransi;

b. Bahwa ssuai ketentuan pasal 6 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja dapat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

c. Bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu diterapkan Peraturan Pemerintah tentang Program Jaminan Pemutusan Kerja;

Mengingat :

1. Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14 Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perlindungan bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja untuk mendapatkan haknya atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

2. Dana Cadangan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja adalah sejumlah dana yang dipupuk secara berkala oleh perusahaan yang pengelolaannya dilakukan oleh badan Penyelenggara untuk memenuhi kewajiban pengusaha atas hak-hak pekerja/buruh yang timbul akibat putusnya hubungan kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

3. Pengusaha adalah:
a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

4. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta atau milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b.Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

5.Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6. Badan Penyelenggara adalah PT. JAMSOSTEK (Persero) atau perusahaan asuransi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan Dana Pensiun Pemberi Kerja.

7. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan.

BAB II
PROGRAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 2

1.Untuk menjamin kepastian pembayaran hak-hak pekerja/buruh atas uang pesangon, uang pengharagaan masa kerja, dan uang penggantian hak dibentuk program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja.

2.Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengembangan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

3.Dengan pengembangan program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menjadi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan;
e. Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja;

4. Pengusaha wajib mengikuti program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaiman dimaksud pada ayat (3) huruf e dengan pemupukan sejumlah dana yang disebut Dana Cadangan Kompensasi PHK yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero).

5. Perusahaan dapat melaksanakan pemupukan Dana Cadangan Kompensasi PHK melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Perusahaan Asuransi Jiwa, dengan ketentuan memberikan manfaat/jaminan lebih baik.

6. Dana Cadangan Kompensasi PHK sebagimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dana cadangan kompensasi pemutusan hubungan kerja perusahaan untuk memenuhi hak-hak pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 3

1. Badan Penyelenggara wajib membayar kompensasi PHK kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Besarnya nilai kompensasi PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya.

3. Besarnya nilai kompensasi PHK yang ditimbulkan akibat peristiwa dimaksud Pasal 163 ayat (2)*, 164 ayat (1)* dan (3)*, Pasal 165, Pasal 166 serta Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk masa kerja yang dilalui oleh masing-masing pekerja/buruh.

4. Pembayaran kompensasi pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah adanya penetapan Pengadilan Hubungan Industrial atau dilakukan Perjanjian Bersama dan telah mendapatkan akta pendaftaran di Pengadialan Hubungan Industrial.

Pasal 4

Pengusaha dimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) wajib memiliki kebijakan mengenai:
a. Tata cara pembiayaan melalui Dana Cadangan Kompensasi PHK;
b. Metode pencatatan dan pembukuan serta sistem akuntansi / dan;
c. Metode perkiraan perhitungan dan penilaian atas Dana Cadangan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja.

Pasal 5

1. Untuk memenuhi pembiayaan Dana Cadangan Kopensasi PHK yang dikelola oleh Badan Penyelenggara sebagaimana dalam pasal 2 ayat (5), pengusaha melakukan angsuran pendanaan melalui iuran beban kewajiban masa kerja lalu dan iuran masa kerja yang akan datang berdasarkan perhitungan aktuaris yang ditunjuk oleh pengusaha.

2. Pembiayaan iuran beban kewajiban masa kerja lalu dan masa kerja yang akan datang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan perjanjian tertulis antara pengusaha dengan Badan Penyelenggara yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Masa angsurannya maksimal rata-rata masa kerja yang tersisa;
b. Nilai nominal atau nilai tunai pembayaran angsuran;
c. Denda atas keterlambatan angsuran;

3. Ketentuan mengenai beban kewajiban masa lalu diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, dengan memperhatikan kemampuan dan kelangsungan usaha masing-masing perusahaan.

Pasal 6

1. Dalam hal Dana Kompensasi PHK yang dikelola oleh Badan Penyelenggara tidak mencukupi untuk membayar hak pekerja pada saat PHK, maka Badan Penyelenggara membayar hak pekerja/buruh secara proporsional berdasarkan kecukupan dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara dan kekurangannya dibayar oleh pengusaha atau melalui mekanisme asuransi.

2. Mekanisme asuransi sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku atas kasus PHK yang timbul akibat peristiwa dimaksud Pasal 163 ayat (2), 164 ayat (1) dan (3) Pasal 165, Pasal 166 serta Pasal 172 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Pengelolaan premi dan resiko sebagaimana dimaksud ayat (2) dibentuk Pool Asuransi Nasional.

4. Ketentuan dan persyaratan pembentukan Pool Asuransi Nasional dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri Tenaga Kerja.

Pasal 7

1. Badan Penyelenggara wajib melaksanakan pengelolaan Dana Cadangan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja secara baik dengan prinsip kehati-hatian.

2. Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelenggara melakukan kegiatan investasi sebagai berikut:
a. Paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus) dari Dana Cadangan Kompensasi PHK diinvestasikan pada surat berharga yang diterbitkan oleh negara atau Pemerintah dan Sertifikat Bank Indonesia; dan
b. Paling besar 30% (tiga puluh per seratus) Dana Cadangan Kompensasi PHK di investasikan pada deposito, obligasi atau saham yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Swasta yang berperingkat tertinggi melalui pasar modal dalam negeri.

3. Batasan proporsi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berubah sepanjang untuk tujuan likuiditas penyebaran kompensasi PHK.

4. Untuk mengawasi pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah membentuk Komite Pengawas Investasi yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh dan pakar investasi.



Pasal 8

1. Dana Cadangan Kompensasi PHK dan hasil pengembangannya harus dicatat secara terpisah dari Kekayaan Badan Penyelenggara dan program lain yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara yang bersangkutan.

2. Badan Penyelenggara dilarang melakukan investasi pada badan usaha dan/atau perorangan terafiliasi dengan komisaris, direksi, jabatan 1 (satu) tingkat di bawah Direksi badan Penyelenggara sampai dengan derajat ketiga.

3. Biaya penyelenggaraan Dana Cadangan Kompensasi PHK setinggi-tingginya 1.5 % (satu setengan persen) dari akumulasi Dana Cadangan Kompensasi PHK tahun berjalan.

4. Dana hasil pengembangan Dana Cadangan Kompensasi PHK dibebaskan dari Pajak.

Pasal 9

1. Hak pekerja yang timbul dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang dana Pensiun dan hak pensiun yang diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian kerja Bersama diperhitungkan dengan manfaat Dana Cadangan Kompensasi PHK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini;

2. dalam hal manfaat dari program dana pensiun dan hak pensiun sebagaimana dimaksud pad ayat (1) lebih kecil nilainya dibanding manfaat Dana Cadangan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja, maka perusahaan wajib membayar kekurangannya.

Pasal 10

1. Perusahaan mempunyai hak untuk memindahkan dana cadangan kompensasi PHK dari Badan Penyelenggara kepada Badan Penyelenggara lain dengan memberitahukan paling lambat 3 (tiga) bulan atau 90 (sembilan puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan pemindahan dimaksud.

2. Nilai Dana Cadangan Kompensasi PHK yang dialihkan kepada badan penyelenggara lain harus berdasarkan pada nilai pasar yang wajar.

Pasal 11

Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran kepesertaan, pembiayaan Dana Cadangan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja dan pemindahan dana diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 12
1. Dana Cadangan Kompensasi PHK hanya dapat digunakan untuk pembayaran kompensasi PHK dan biaya pengelolaan Dana Cadangan kompensasi PHK serta biaya-biaya lain dalam rangka pembayaran kompensasi PHK.

2. Biaya-biaya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 13

1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pengelola Dana Cadangan Kompensasi PHK dilakukan oleh Menteri.

2. Pengawasan terhadap perusahaan untuk menaati Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.

BAB IV
PELAPOR

Pasal 14

Badan Penyelenggara wajib melaporkan Pengelolaan Dana Cadangan PHK kepada Menteri dan menteri Keuangan.





BAB V
SANKSI

Pasal 15

Pengusaha yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program Jaminan PHK dikenakan sanksi pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan pengusaha tetap wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada pekerja /buruh yang di PHK sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 16

Dengan diikutsertakannya pekerja/buruh dalam program Jaminan PHK kepada badan Penyelenggara dan pengusaha telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimasud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 maka kewajiban pengusaha untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak yang seharusnya diterima sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 beserta dengan peraturan pelaksananya, menjadi tanggungjawab Badan Penyelenggara.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam lembaran negara republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA




SUSILO BAMBANG YUDOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ANDI MATALATA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN........

RPP PERUBAHAN PERHITUNGAN UANG PESANGON DAN PERHITUNGAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……. TAHUN……..

TENTANG

PERUBAHAN PERHITUNGAN UANG PESANGON DAN PERHITUNGAN
UANG PENGHARGAAN MASA KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. T\MBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN..........NOMOR...........ran Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran negara repUang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada prinsipnya adalah memberikan perlindungan bagi kelompok pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja.

b. Bahwa ketentuan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 lebih banyak menguntungkan bagi pekerja /buruh penerima upah tinggi;

c. Bahwa kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf b membuat iklim usaha kurang kompetitif sehingga pengusaha tidak dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.

d. Bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memungkinkan perubahan perhitungan uang pesangon dan penghargaan masa kerja melalui peraturan pemerintah;

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu dilakukan perubahan perhitungan uang pesangon dan uang pernghargaan masa kerja dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara republik Indonsia Nomor 4279)

3.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN PERHITUNGAN UANG PESANGON DAN PERHITUNGAN UANG PENGHARGAAN MASA KERJA


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pekerja /buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain;

2. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tetentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

3. Uang pesangon adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;

4. Uang penghargaan masa kerja adalah pembayaran sejumlah uang sebagai penghargaan pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja sebagai akibat pemutusan hubungan kerja.

Pasal 2

1. Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada pasal 156 ayat (2) dan ayat (3) undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan paling banyak sebesar 5 (lima) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

2. Dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi pekerja/buruh yang upahnya diatas 5 (lima) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap berdasarkan upah sebesar 5 (lima) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

3. Dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi pekerja/ buruh yang upahnya 5 (lima) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau kurang didasarkan pada upah yang seharusnya diterima.

Pasal 3

Upah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB II
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 4

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal.........
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA


SUSILO BAMBANG YUDOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal..........

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia


ANDI MATALATA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN..........NOMOR...........

Informasi Hari-Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2007







22 Agustus 2007

Mengundurkan Diri? Tanpa Pesangon




MENTERI



TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI



REPUBLIK INDONESIA



Jakarta, 31 Agustus 2005
Nomor : B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005 Lampiran :
Perihal : Uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan.



Kepada Yth. :
Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten/Kota
di‑
Seluruh Indonesia.


Menunjuk surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : 18.KP.04.29.2004 tannggal 8 Januari 2004 perihal tersebut diatas, setelah dilakukan pengkajian lebih mendalam maka bagi pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya dengan alasan mengundurkan diri atau dikualifikasikan mengundurkan diri maka perhitungan uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebagai berikut :
.
1. Pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
.
2. Pekerja/buruh yang bersangkutan berhak atas uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) dan uang pisah.
.
3. Uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada angka 2 meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.



Oleh karena pekerja/buruh yang mengundurkan diri tidak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja maka pekerja/buruh yang bersangkutan tidak mendapatkan penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).




Demikian untuk menjadi pedoman sebagaimana mestinya.







Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia,



Tembusan
1. Para Gubernur seluruh Indonesia;
2. Para Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

Mengenai Saya

surabaya, jawa timur, Indonesia
Bisnis kami membantuanda menyediakan KARYAWAN/BURUH PERUSAHAAN, SATPAM TERLATIH, dan memberi presentasi serta solusi terhadap masalah PERBURUHAN dan PENGELOLAAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN di perusahaan anda.